Sabtu, 28 Juli 2018; Jam 09.00
Pada suatu pagi Andi, seorang mahasiswa di salah satu perguruan swasta terkenal di ibu kota, mengetuk pintu rumah. Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya membuka pintu.
“Selamat pagi tante, saya mau minta izin ngajak Rina untuk jalan-jalan sama kami tante.” Langsung ucap Andi kepada seorang wanita yang ternyata ibu dari Rina, pacar Andi.
Tiba-tiba belum ibu tersebut berucap Rina dengan pakaian serba jeans nya keluar,
“Oh, udah sampe rupanya kamu, Kak Andi? Aku kira bakal ngaret lagi, hahaha” ucap Rina ngeledek Andi.
“Aduh kamu ini nak, bukannya ucapkan salam eh malah ngeledekin Dek Andi.” Balas sang ibu.
“Ah, udah biasa kok tante, saya emang sudah jadi korban bully Rina dari kecil.” Jawab Andi.
Setelah perbincangan kecil itu sang ibu bertanya tentang tujuan Andi dan Rina pergi pagi-pagi kemudian, Andi menjelaskan rencananya untuk mengajak Rina bersama teman-teman mereka untuk pergi berlibur melihat sunset di pantai di luar kota.
Mengetahui penjelasan Andi, ibu Rina kemudian memberi izin kepada mereka karena memang sebelumnya Rina telah meminta izin terlebih dahulu, beberapa hari sebelumnya. Dan setelah Andi dan Rina pamit dengan cium tangan, sang ibu memberi pesannya.
“Kalian nanti jangan macam-macam ditempat orang ya, nanti kualat lo, masa depan kalian juga masih panjang.” Pesan ibu kepada dua sejoli ini.
“Ih mama apaan sih, emang kita anak kecil yang tidak mengerti tata krama, hahaha.” Jawab Rina kepada ibunya.
“Iya tante saya juga janji tidak macam-macam kok tante.” Sambung Andi.
Setelah pamitan, mereka menuju ke mobil yang dimana sudah ada empat orang yang menunggu di sana.
“tu kata mamaku nanti jangan macam-macam di tempat orang, hahaha.” Ucap Rina sambil menghadap ke Anjar dan Winda.
Serentak ke enam orang tersebut tertawa karena mereka sama-sama tahu bahwa Anjar dan Winda adalah pasangan yang tak kenal waktu dan tempat untuk saling bermesraan.
Andi pun akhirnya menancapkan gas dan melajukan mobilnya keluar dari perumahan Rina.
Di perjalanan, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 10.45
Selama perjalanan mereka terus berbincang-bincang, tertawa, hingga bernyanyi-nyanyi.
Tiba-tiba Rina bertanya kepada teman-temannya, “eh, kita jadi kan ke pantai Langonsari?”
Serentak semua terdiam dan Andi mulai menjelaskan,
“Kita akhirnya mutusin ke pantai yang baru ditemui Anton libur semester yang lalu, dek”
“loh, kok ga ngabari kalo ada perubahan rencana sih?” tanya Rina mulai bingung.
“Kalo kita ngasih tau kamu ya pasti kamu ga mau ikut, Rin” jawab Anton yang duduk dibagian paling belakang mobil bersama Ayas pacarnya.
“Emang kenapa? Itu tempat di pedalaman ya?” kembali tanya Rina dengan wajah mulai panik.
“Iya, Rin. Tapi kamu pasti suka kok. Aku aja ngelihat foto-foto Anton di sana langsung bener-bener pingin ke sana, hahaha” jawab Ayas mencoba menenangkan Rina.
“Kak Andi, kok kamu tega sih sama aku ga ngasih tahu kalo kita bakal berubah rencana gini, ah sumpah kesel aku!” Ucap Rina dengan nada tinggi ke Andi.
“kita yang minta Rin biar Andi ga ngasih tahu kamu, maaf ya” sambil masang wajah sedih, Winda coba menenangkan Rina.
Setelah percakapan itu terlihat bahwa keadaan menjadi canggung di dalam mobil membuat ke-enam sahabat itu saling berdiam-diaman dan Andi yang dari tadi membisu akhirnya angkat bicara.
“Aku janji ga bakal terjadi apa-apa kok dek, dan aku juga janji akan ngelindungi kamu jika emang terjadi sesuatu.” Jawab Andi sambil tersenyum kepada Rina.
Namun jawaban Andi tak cukup menutup kewas-wasan yang di rasa Rina, hal tersebut membuat Winda mengeluarkan senjata pemungkas mereka.
Winda memberikan kotak kado sebagai permintaan maaf mereka karena membuat Rina kesal. Setelah dibuka oleh Rina sendiri tiba-tiba muncul senyuman di wajah Rina.
Ternyata isi kado itu adalah coklat putih yang merupakan makanan favorit Rina.
Setelah beberapa saat suasana kembali mencair, senjata pemungkas mereka mampu membuat Rina kembali ceria.
Di Jalan Menuju Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 14.15
Walau sempat terjadi kediaman diantara mereka berenam karena mereka memutuskan pindah lokasi tanpa mendiskusikannya kepada Rina, namun setelah semua itu kejadian terlewati akhirnya mereka mengisi sisa perjalanan dengan riang gembira.
Setelah beberapa jam perjalanan akhirnya mereka memasuki daerah yang sangat sepi. Beberapa jalan berlubang dan sangat tidak nyaman, namun semua itu tidak menjadi perhatian mereka karena pemandangan yang sangat menajubkan yang dihadirkan alam untuk mereka.
Mereka berada dipinggir tebing yang dimana sebelah kanan mereka menampilkan pemandangan laut yang sangat memukau, sedangkan di sebelah kiri mereka terdapat bukit-bukit hijau yang terhampar yang dengan beberapa pegunungan jauh dipandang. Deretan pohon-pohon dipinggir jalan membuat suasanan jalan yang rusak menjadi sangat sejuk.
“Kak Andi, coba deh liat pemandangan disekitar, sumpah bagus banget deh.” Ajak Rina kepada Andi yang dari tadi menyetir mobil.
“Iya ya dek, hahaha, susah sih kalau jadi sopir. Ga bisa melihat pemandangan ini dengan hikmah, hahaha.” Jawab Andi terhadap ajakan Rina.
Tiba-tiba Winda berteriak, “Andi!!! Awas di depan!!! Ada kambing liar!!!!”
Serentak Andi mengembalikan pemandangan ke depan mobil dan segera menginjak rem.
Mobil mereka tepat berhenti beberapa meter sebelum kambing hitam tersebut berdiri. Ada yang aneh dari kambing tersebut, ukurannya terbilang tidak biasa karena lebih besar dari biasanya. Warnanya juga hitam pekat dan dengan tanduk yang besar memberi kesan yang mistis.
Sesaat setelah mobil berhenti kambing itu mengembek dengan suara yang sangat berat dan berjalan masuk menuju gapura yang berada di sebelah kiri jalan.
Semua hanya bisa terdiam melihat kambing tersebut.
Setelah kambing itu memasuki gapura, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju pantai yang direkomendasikan Anton. Tetapi tak jauh dari gapura itu tiba-tiba Anton buka suara,
“kenapa aku ngerasa waktu terakhir ke sini ga pernah lihat itu gapura ya?”
“mungkin kamu lupa kali, nton. Masa kamu bisa mengingat semua nya sekaligus kan kamu agak-agak bego gemana, hahaha.” Jawab Ayas yang kemudian membuat suasana kembali riang.
Di Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 14.45
Setelah perjalanan panjang akhirnya mereka hampir sampai di juga di pantai yang mereka tuju. Perjalanan berikutnya tak bisa dilalui oleh mobil karena jalan setapak yang harus mereka lewati. Jalan tersebut tampak alami seolah-olah tak ada sentuh tangan manusia.
Sempat terjadi adu argumen karena Rina sempat tidak mau melanjutkan perjalanan akhirnya mereka sepakat untuk melanjutkannya. Dengan beberapa tas carrier dan ransel, akhirnya mereka melewati jalan setapak yang dipagari oleh beberapa pepohanan dan rerumputan.
Beberapa menit setelah perjalanan, akhirnya jalan setapak tersebut mengantarkan mereka ke sebuah pantai yang sangat indah. Pasir putih yang sangat berkilau dengan deburan ombak yang tak terlalu gemerusuh. Terdapat formasi acak dari karang-karang besar yang ada disekitar pantai serta deretan pohon kelapa dan semak-semak yang tampak memagari pantai tersebut.
Semua tampak indah dan disempurnakan oleh langit biru yang tak berawan. Selain itu sangat terlihat bahwa pantai ini belum terekspos di dunia luar. Di pantai tersebut sejauh mata memandang hanya ada mereka berenam.
Semua mata tampak kagum dengan keindahan yang dipaparkan semesta dihadapannya. Rina yang terasa paling tidak ikhlas dengan perjalanan ini akhirnya tak mampu memasang wajah cemberut lagi.
“Kita di surga ni kak?” tanya Rina kepada pacarnya dengan mata yang berbinar-binar.
“Benerkan akhirnya kamu juga suka dengan tempat ini, hahaha udah aku bilang tadi.” Potong Ayas sambil mencubit lengan Rina.
Akibat apa yang dilakukan Ayas ke Rina mengakibatkan mereka semua tertawa bersama-sama.
Setelah beberapa saat terkagum, akhirnya para cowok-cowok mengeluarkan isi tas mereka yang merupakan peralatan dan bahan-bahan untuk manggang-manggang daging.
Waktu-waktu berlalu diiringi tanda tawa oleh keenam sahabat tersebut banyak kegiatan yang mereka lakukan setelah makan siang bersama.
Di Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 17.15
Matahari tampak mulai berubah menjadi oranye, tanda bahwa perpisahannya hari ini kepada semesta akan berlangsung. Ditengah keheningan mereka yang menikmati matahari tiba-tiba Anjar dan Winda berdiri meminta izin kepada para sahabatnya untuk menikmati matahari terbenam hanya berdua.
“Tapi jangan mesum lo ya, hahaha, ingat jangan macam-macam.” Nasihat Rina kepada kedua sahabatnya.
“Iya iya kita masih ingat kok pesan mama mu Rin, hahaha.” Jawab Winda dengan tawa yang menutupi rasa malu nya.
Akhirnya Anjar menggandeng tangan Winda dan mengajaknya menjauhi teman-temannya.
“Setelah gelap kita kumpul di sini lagi ya Njar!!!” teriak Anton mengingatkan Anjar yang mulai menjauh.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Anjar hanya mengeluarkan jempolnya sebagai tanda bahwa dia setuju akan rencana Anton.
Di Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 18.15
“Mana nih Anjar sama Winda? Mana hari udah mulai gelap lagi.” Gemerutu Anton yang mulai tak sabaran.
“Ndi, lu ajakain para cewek buat kemas-kemas barang ya, gue nyari Anjar sama Winda.” Sambung Anton.
Setelah itu Anton memisahakan diri dengan tiga sahabatnya untuk mencari dua sejoli yang dimabuk asmara hingga lupa waktu.
Setelah beberapa saat akhirny Anton kembali dengan mengajak dua sahabatnya. Tetapi, ada yang aneh dengan mereka. Wajah Anton terlihat panik seakan-akan menyaksikan sesuatu yang seharusnya tak dia saksikan.
Wajah anjar sama sekali tak berekspresi seakan-akan semua kesenangan dan kenangan-kenangan yang dibuat nya hari ini tak ada sama sekali. Di lain cerita, Winda terlihat sangat bahagia, selalu tersenyum, dan beberapa kali tertawa kecil.
“Kamu ga kenapa Win?” Tanya Ayas kepadanya.
“Nggak kok, hahahahahahaha.” Jawab Winda dengan senyum aneh di wajahnya.
“Ada apa ini, Ton?” Tanya Rina kepada Anton.
“Kita balik aja dulu, nanti aku ceritain di jalan.” Jawab Anton.
Mendengar kata-kata Anton akhirnya mereka bergegas kembali menuju mobil mereka.
Selama diperjalan setapak tawa kecil Winda membuat Rina dan lainnya merasa gelisah seakan-akan penuh tanya apa yang terjadi sebenarnya dengan Anjar dan Winda.
Perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu 15 menit jalan kaki seakan-akan tak pernah berakhir. Dinginnya malam serta suara jangkrik dan burung-burung menambah suasana horor.
Ditengah-tengah perjalanan tiba-tiba ada seekor kelinci berwarna putih dengan mata yang berwarna merah keluar di antara semak-semak, melihat kejadian tersebut membuat ke enam sahabat ini menghentikan langkah mereka. Ntah apa yang terjadi suara jangkrik dan burung-burung ikut berhenti.
Dalam keheningan tiba-tiba suara Winda memecah suasana, “Halo kelinci cantik, hahahahaha, kok kamu bisa sampai di sini? Ayo ikut kakak pulang, hihihihihihihi.”
Sang kelinci tiba-tiba berlari masuk ke dalam semak dan Winda tiba-tiba ikut berlari ke dalam semak-semak tersebut.
Rina dan kelima kawannya serentak kaget dan segera meneriakan Winda dan mengejarnya.
Winda berlari sangat cepat dan segera meninggalkan teman-temannya menuju kehutan yang lebih dalam dan menghilang dari pandangan lainnya.
Akhirnya Rina dan kawan-kawannya mempercepat lari mereka. Tiba-tiba didepan mereka terdapat semak-semak tinggi dan akhirnya mereka mencoba menerobosnya.
Tak disangka ternyata mereka kembali ke tempat dimana mobil mereka diparkirkan. Terlihat didalam mobil Winda sudah duduk di kursi paling belakang menundukan kepalanya.
“Kak Andi, kunci mobil di kakak kan? Kok bisa Winda ada di dalam?” tanya Rina heran.
“Sudah lebih baik kita segera meninggalkan tempat ini, mungkin Andi lupa menguncinya.” Jawab Anton sambil mencoba buka pintu mobil.
Ternyata emang benar pintunya tidak terkunci akhirnya mereka naik ke dalam mobil. Anjar yang dari tadi tak bersuara duduk di kursi paling belakang menemani Winda yang kini terlihat murung menunduk tanpa bersuara.
Di Perjalanan Meninggalkan Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 20.15
Semua terdiam, tak ada suara hanya suara mobil yang memecah angin di sepanjang jalan. Tak tahan dengan keheningan tersebut akhirnya Rina melihat ke arah belakang dan bertanya pada Anton.
“Kak sebenarnya apa yang terjadi tadi?” Suara Rina memecah keheningan.
“Gue bingung mau jelasin dari mana, ntah bagaimana, pas gue nemui mereka berdua ……. ”
Tiba-tiba Andi mengerem mendadak mobilnya dan membuat Anton tak menyelesaikan kalimatnya.
“Kak Andi, ada apa kak?” Rina yang sempat shok kembali menghadap kedepan dan tiba-tiba langsung memucat melihat pemandangan yang tak jauh dari mobilnya.
Segerombolan orang dengan jubah putih yang menutupi dari ujung kepala hingga ujung kaki serta dengan obor yang menyala berjalan perlahan-lahan sambil menyanyikan mantra-mantra. Gerombolan itu memasuki gerbang gapura tempat Andi hampir menabrak kambing hitam besar tadi siang.
Gerombolan tersebut seakan-akan tak peduli dengan mobil Andi yang tetap menyala. Mereka lewat tanpa peduli. Namun ada yang aneh di antara gerombolan itu.
Ditengah-tengah gerombolan nampak sepasang cowok dan cewek dipasung tangan dan kakinya dan di paksa jalan hanya dengan pakaian dalam sambil dicambuki oleh salah satu gerombolan tersebut.
Ketegangan di dalam mobil akibat pemandangan itu terpecah ketika Ayas berteriak,
“ITU KAN ANJAR SAMA WINDA!!!!”
Setelah Rina juga sadar akhirnya dia mencoba melihat ke belakang dan ternyata di kursi belakang kosong tak ada siapa-siapa.
Semua akhirnya terlihat bingung seakan-akan mencoba menangkap apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Setelah beberapa saat akhirnya semua rombongan itu telah masuk melewati gapura.
Di Depan Gapura Desa Karangetih, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 20.30
Andi menghentikan mobilnya di depan gapura tempat gerombolan masuk. Terlihat Rina dan Ayas menangis karena ketakutan akibat kejadian tadi. Semua bingung dengan apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Mereka melihat sahabat mereka dipasung dan dipaksa berjalan hanya menggunakan pakaian dalam sambil dicambuki. Ditengah kebingunan tiba-tiba Rina membuka suara sambil menangis,
“Kita harus menolong mereka, tidak mungkin kita ninggalin mereka dengan orang-orang itu.”
“Kamu gila apa Rin!? Lebih baik kita cari bantuan diluar!” Jawab Ayas sambil menangis.
“Aku sepakat sama Rina, kita untuk bolak-balik paling tidak butuh waktu lima jam dan kita tak tahu apa yang akan terjadi dengan mereka selama itu.” Jawab Andi mencoba bantu Rina.
“Iya lebih baik kita segera bantu mereka dan pergi dari sini!” Jawab Anton membantu meyakini Ayas.
Akhirnya mereka sepakat dan segera menjalankan mobil mereka memasuki gapura yang bertulisakan karangentih tersebut.
Beberapa meter dari gapura banyak pohon-pohon besar yang menghalangi jalan mereka sehingga mau tidak mau mereka harus turun dan melanjutkan berjalan kaki.
Desa Karangetih, Sabtu 28 Juli 1978; Jam 20.50
Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya mereka melihat gerombolan orang-orang yang menutupi dirinya dengan jubah putih berkumpul di satu lapangan. Sambil mengendap-ngendap mereka bersembunyi di antara rumah-rumah kayu yang ada disekitar mereka menunggu kesempatan.
Di tengah-tengah gerombolan terdapat sebuah tiang tinggi yang ada lingkaran besar di atasnya dan di bawah tiang terdapat beberapa kepala-kepala manusia yang telah dipenggal dan mulai mengering diletakan disebuah meja berukir yang dicat berwarna hitam.
Penampakan malam itu tampak horor dan menakutkan bagi Rina dan kawan-kawannya.
Perlahan mereka mencoba mendekat menuju pusat keramaian hingga akhirnya mereka sadar akan satu hal. Ternyata salah satu kepala yang dipajang di meja tersebut adalah kepala Anton.
Serentak mereka semua terkejut, termasuk Anton yang tak mempercayai apa yang dilihatnya.
Namun semua kekagetan itu berubah menjadi ketakukan ketika tiba-tiba Anton memuntahkan darah dari mulutnya. Dari lehernya tampak luka yang semakin melebar yang akhirnya mengitari lehernya. Dalam sekejap darah yang hanya keluar dari mulut kini ikut mengalir dari mata, hidung , telingan, dan luka yang semakin melebar di lehernya.
Beberapa saat kemudian kepala Anton terputus dari badannya. Kini kepalanya menggelinding ke arah Rina dan lainnya yang membuat mereka berteriak histeris sekencang-kencangnya.
Serentak gerombolan berjubah itu hening dan kembali berteriak,
“SANG PENCURI JIWA TELAH KEMBALI!!! SANG PENCURI JIWA TELAH DIHUKUM!!!”
Ucap mereka berulang-ulang memecah dinginnya malam di desa tersebut.
Belum selesai Rina dan Ayas menangis tiba-tiba rambut mereka ditarik oleh beberapa orang begitu pula dengan Andi. Karena mereka terus melakukan perlawanan akhirnya mereka dilumpuhkan dengan sebatang kayu yang dipukulkan ke kepala mereka.
Lapangan Desa Karangetih, Sabtu 28 Juli 1968; Jam 21.40
“WAHAI PENGUASA LAUT, LANGIT, DAN BUMI!!! BALASKAN DENDAM KAMI!!!”
Sebuah teriakan diantara nyanyian-nyayian mantra dalam bahasa Jawa Kuno membuat Rina terbangun. Kini dia melihat dirinya dan 4 kawannya telah diikat tak jauh dari meja-meja tempat kepala-kepala itu ditaruh.
Rina melihat dirinya kini hanya menggunakan pakaian dalam, begitu pula dengan Ayas dan Andi. Rina yang hanya sadar sendiri terlihat panik, histeris, dan menangis di tengah kegaduhan yang terjadi. Dia pun sempat beberapa kali minta ampun kepada gerombolan berjubah tanpa mengerti dosa apa yang dia lakukan dengan teman-temannya sehingga dia layak menerima semua ini.
“SANG BULAN TELAH DITEMPATNYA!!!!”
Teriak salah seorang dari keramaian yang membuat semua orang dilapangan melihat ke arah langit. Ternyata posisi bulan pada saat itu terdapat di dalam lingkaran. Kini nyanyian mantra-mantra itu dinyanyikan dengan tempo yang semakin cepat.
Rina yang hanya tersedar sendiri semakin panik dengan apa yang terjadi, dari bawah terlihat bulan yang berada di dalam langit semakin menghilang seolah-olah ditelan oleh sang raksasa.
Diantara gerombolan terlihat seekor kambing hitam besar dengan tanduknya melewati para gerombolan menuju ke arah Rina dan kawan-kawannya diikat. Semakin mendekati tengah lapangan perlahan kambing tersebut berubah menjadi seorang anak perempuan berkulit gelap dengan mata hitam pekat dan dua tanduk panjang di atas kepalannya.
Kini sang anak telah berdiri dihadapan Rina dan kawan-kawannya, diantara keributan tiba-tiba anak itu mulai bernyanyi sambil tertawa-tawa kecil. Begitu bernyanyi seakan-akan suara nyanyian dan teriakan gerombolan serta suara lainnya hilang, lenyap, sunyi.
Ditengah gerombolan yang tetap bernyanyi dan berteriak tanpa suara Rina semakin histeris karena dia juga tak mampu mendengar suaranya sendiri.
Anak perempuan tersebut mulai mendekati Anjar yang waktu itu tak sadarkan diri, tiba-tiba sang anak mematahkan tanduknya dan menusukannya kepada Anjar dibagian jantungnya. Anjar terlihat batuk kecil dengan darah mulai mengalir dari mulutnya.
Dari luka yang ditusukan anak perempuan tersebut mulai mengalir darah yang diikuti tato-tato berwarna hitam yang mulai menyebar ke seluruh tubuh Anjar.
Mendapati pemandangan itu Rina menangis sejadinya tanpa suara di tengah para gerombolan berjubah yang tibah-tiba mengangkat tangan mereka. Rina tak mengerti apa yang terjadi karena jubah nya yang menutuh wajah gerombolan yang hanya menyisakan mata mereka.
Setelah sang anak menarik tanduknya kini iya berpindah ke Winda yang ada di sebelah Anjar.
Sambil tertawa-tawa kecil dan melanjutkan nyanyiannya sang anak kembali menusukan tanduk runcingnya ke jantung Winda, serentak hal tersebut membuat Rina semakin menjadi-jadi.
Rina sekuat tenaga mencoba berteriak membangunkan Andi dan lainnya walau usahanya gagal karena tak ada suara keluar dari mulutnya.
Kini setelah berhasil membunuh Winda giliran Ayas, sang anak perempuan ini mulai menancapkan tanduknya di jantung Ayas. Tak Tahan dengan apa yang dilihatnya Rina menendang anak perempuan tersebut hingga terjatuh dan berhenti bernyanyi. Tapi sayang tanduk tersebut telah menancap dalam ke jantung Ayas. Tato-tato seperti yang ada pada Anjar dan Winda pun mulai menjalar dari jantung Ayas yang telah luka.
Sang anak yang jatuh tersebut terlihat terkejut seakan-akan tak percaya apa yang dilakukan Rina, tiba-tiba dalam keheningan sang anak pun berteriak secara histeris dan suara-suara hilang kembali terdengar.
Dalam sekejap beberapa orang dari gerombolan terlempar ke arah langit, beberapa dari mereka yang terlempar tiba-tiba meremuk dan membuat darah nya jatuh berceceran seakan-akan hujan yang turun ke bumi diiringi beberapa tubuh yang tak sempurna remuk.
Para gerombolan terlihat panik dan membubarkan diri secara paksa, beberapa yang membawa obor berjatuhan membakar rumput-rumput kering serta rumah-rumah yang terbuat dari kayu yang ada di desa tersebut.
Melihat kesempatan itu Rina langsung memaksakan diri untuk melepaskan ikatannya dan ternyata berhasil. Kemudian dia mencoba membangunkan Andi sambil membukakan ikatannya.
Andi pun akhirnya tersadar dan terlihat bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
“Kak, ayo cepat pergi dari sini kak!!! Ayo pergi!!!” pinta Rina sambil menangis-nangis.
“Apa yang terjadi dek? Yang lain mana?” tanya Andi dengan panik.
Rina pun menunjukan keadaan yang lain dengan tangannya, kemudian Andi pun mulai menangis dan segera berdiri menggenggam tangan Rina.
Mereka berdua mencoba berlari tanpa arah dengan pikiran yang penting menjauhi lapangan ritual tersebut.
“SANG PENCURI!!! SANG PENCURI NYAWA!!!!” Teriak salah satu gerombolan memecah kepanikan.
Akibat teriakan itu beberapa orang berlari mengejar Rina dan Andi. Namun ntah karena rasa takut atau keinginan kuat untuk meninggalin tempat tersebut. Mereka mampu berlari dengan cepat.
Pinggir Jurang Kawasan Desa Karangetih, Sabtu 28 Juli 1988; Jam 22.35
Rina dan Andi tetap berlari hingga akhirnya mereka berada dipinggir jurang. Sadar akan mereka tak bisa berlari lagi membuat mereka terjatuh lemas seakan-akan tak memiliki energi tersisa.
Mereka mencoba melihat ke belakang dan ternyata dari kejauhan mereka melihat bara api serta asap yang besar. Dari kejauhan tampak terlihat beberapa orang berjubah berlari sambil membawa obor dan berteriak kalimat, “BUNUH SANG PENCURI!!!!”
Rina hanya bisa menangis dan Andi tak tahu apa yang harus dilakukan untuk menenangkan pacarnya itu. Kemudian Rina berhenti menangis dan berkata,
“Kak, ayo kita lompat ke jurang itu! Aku lebih baik mati di jurang dari pada mati di tangan setan kecil tadi kak.”
“Maksudmu apa dek? Kamu sadarkan apa yang kamu omongin?” jawab Andi heran.
“bagaimanapun kita bakal tetap mati kak, pilihannya kita mati ditangan mereka atau tidak kak! Kamu tidak lihat bagaimana Anjar, Winda, sama Ayas dibunuh kak! Aku liat dengan mata ku sendiri!!!” Lanjut Rina dengan emosi.
Tak lama kemudian akhirnya orang-orang berjubah putih itu mulai dekat dan akhirnya setelah melalui perdebatan Andi sepakat untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke jurang bersama Rina.
Mereka pun kini telah berada diujung jurang dan Andi pun mulai mengucapkan kata-kata perpisahannya,
“Dek, maafkan aku yang tak bisa menjaga janjiku untuk menjagamu di liburan ini dek.”
“iya Kak Andi, semoga kita dikehidupan sana juga tetap bisa saling mencintai seperti di bumi ini.” Jawab Rina tersenyum sambil mengeluarkan air matanya.
Rasa haru mampu mengalahkan dinginnya angin yang menusuk tulang, suasana tragedi malam yang histeris akhirnya segera selesai.
Dalam hembusan sang bayu, akhirnya Andi dan Rina melompat sambil tetap berpelukan. Meninggalkan gerombolan sekte berjubah putih dan semua kefanaan dalam hidup ini.
Di Jalan Menuju Pantai, Sabtu 28 Juli 2018; Jam 14.15
Suara bising mobil dan kicauan burung-burung membuat Rina tersadar. Perlahan tetapi pasti Rina akhirnya membuka matanya dan tak percaya bahwa semua yang dilalui nya hanya sebuah mimpi buruk.
Rina segera melihat ke arah Andi dan berniat menceritakan semua mimpinya namun betapa kagetnya ketika Rina melihat Andi dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Begitu juga dengan Andi, dia terlihat kaget melihat kondisi Rina.
Setelah keduanya saling pandang mereka mencoba melihat ke arah belakang dan ternyata Anjar, Winda, Anton, dan Ayas tetap sesuai dengan kematian sebelumnya dimana Anton kehilangan kepalanya, dan sisanya Anjar, Winda, dan Ayas terdapat tanduk runcing yang menusuk jantungnya dan tato hitam beraksara jawa di seluruh tubuhnya.
Andi dan Rina kaget dan segera memalingkan wajahnya kedepan dan mereka kaget kembali melihat kambing hitam besar ditengah jalan persis seperti sebelumnya. Andi pun segera membanting stir karena tak mungkin menghindari kambing tersebut.
Akhirnya mobil mereka terjun menuju jurang dan terpental, terbolak-balik, hingga ke dasar jurang.
Rina masih sempat melihat kondisi Andi yang tertusuk ranting pohon besar di jantungnya. Tak sempat shok akhirnya Rina tak sadarkan diri.
Rumah Sakit, Sabtu 29 Desember 2018; Jam –.–
Perlahan Rina akhirnya membuka matanya kembali, kini dia telah berada di rumah sakit, di samping nya ada ibu nya serta saudara-saudaranya. Setelah melakukan beberapa pengecekan akhirnya Rina telah diizinkan untuk berdiri sendiri berjalan-jalan di sekitaran rumah sakit.
Setelah berjalan beberapa kali Rina tiba-tiba baru sadar setelah melihat cermin bahwa didirinya terdapat tato beraksara Jawa yang berada di sekitaran dadanya. Tiba-tiba Rina menangis histeris dan berteriak-teriak memanggil nama Andi, kekasihnya.
Tak lama kemudian ibu Rina muncul dan bertanya sambil matanya berkaca-kaca,
“Ada apa nak? Kenapa kamu nak?”
“Kak Andi mana ma? Di mana dia ma?” tanya Rina histeris terbayang akan memorinya pada liburan terakhirnya bersama Andi dan sahabat-sahabatnya.
“Andi siapa nak? hihihihihihihi”
